Saturday, June 7, 2008

Berita Soal Kasus Unas

Jika orang membaca blog ini, mungkin ada yang beranggapan aku membenci media. Anggapan itu terlalu berlebihan. Aku hanya mencoba mengungkapkan bagaimana politik media dalam memandang sebuah peristiwa. Dalam kasus kenaikan BBM, aku berpendapat media sangat berpihak pada pemerintah yang menaikkan harga BBM. Salah satunya adalah soal kasus penyerbuan polisi ke Unas.

Kasus ini adalah kasus besar dan menyita perhatian meda dan masyarakat. Ketika kasus ini terjadi, media memberi perhatian cukup besar. Berbagai wacana mengemuka di situ. Kontroversi penyerbuan polisi ke kampus, aksi anarkis mahasiswa, adanya granat di kampus, adanya ganja di sana dan sebagainya.

Lalu bagaimana kasus itu selanjutnya? Media selanjutnya melanjutkan perhatiannya pada aksi mahasiswa sebagai reaksi dari peristiwa ini. Aksi UKI yang memacetkan jalan, aksi Universitas Borobudur yang membuat ketakutan anak kecil dan kemudian aksi di Moestopoyang diwarnai penganiayaan terhadap anggota polisi. Lalu, bagaimana kelanjutan berita soal Unas?

Di sini media menampakkan keberpihakan pada pemerintah dan polisi. Berita soal Unas didominasi oleh upaya membebaskan mahasiswa Unas yang masih ditahan polisi. Pertama dari aksi orang tua mahasiswa yang menginap di Polres Jakarta Selatan. Kemudian mahasiswa Unas yang setiap hari mendemo Polres Jakarta Selatan. Tapi tidak ada media yang memberitakan bahwa 6 anggota polisi yang menyerbu Unas dinyatakan bersalah melanggar prosedur tetap (protap). Padahal ini adalah ujung dari kasus penyerbuan itu.

Saat itu, polisi selalu berdalih apa yang mereka lakukan sudah sesuai prosedur. Seorang Andi Mallarangeng bahkan mengeluarkan pernyataan tidak ada yang melarang polisi masuk kampus. Aksi mahasiswa dikatakan anarkis. Keputusan itu meruntuhkan semuanya. Polisi lah yang anarkis,mahasiswa tidak.

Media tidak memberi perhatian pada soal ini. Kompas, sabtu 31 Mei 2008 meuat berita ini di halaman dalam ”Metropolis”. Selasa, 3 Juni 2008, Kompas kmbali memuat soal akan diajukannya 6 anggota kepolisia ke sidang propam atas kasus yang sama. Kembali, Kompas hanya memuat di halaman dalam ”Metropolis”. Media lain tak terdengar kabar beritanya.

Jika media memberi perhatian yang sama, aku yakin dapat memulihkan citra mahasiswa yang dicap anarkis dan merugikan masyarakat. Media tampaknya tidak ingin mahasiswa memiliki nama harus di masyarakat. Polisi yan dinyatakan bersalah pun akhirnya hanya bagian dari berita kriminal biasa.

Media bisa saja berdalih isu ini tidak seksi lagi. Ada isu lain yang lebih hangat terutama kasus penyerbuan FPI terhadap AKKBB di Monas. Tapi keputusan polisi melanggar prosedur tetap harusnya memberi spirit pada mahasiswa bahwa merekalah nurani rakyat sesungguhnya. Meskipun mereka digambarkan merugikan masyarakat.

No comments: