Demo Buruh
Cara Wong Cilik Mencari Perhatian
Seperti suasana pedesaan lainnya, kehidupan malam di Desa Tanjung didominasi oleh kesunyian. Salah satu tempat yang masih ada denyut di kehidupan adalah warung kopi. Mungkin ini paralel dengan diskotek atau klub malam di perkotaan. Jika orang kota menyalurkan hasrat malamnya dengan clubbling, maka orang kampung menjadikan warung kopi sebagai pemuas nafsu begadang. Tapi obrolan di warung kopi ini lebih seru dibanding dengan klub malam. Bagaimana tidak, wong di klub malam lebih seru musiknya ketimbang ngobrolnya. Lebih banyak goyangnya ketimbang bicaranya.
Jika Habermas sempat bertandang ke warung kopi di Desa Tanjung ini mungkin akan memasukkan ke dalam kategori ruang publik (public sphere) yang dia idealkan. Warung kopi ini sudah memenuhi syarat ruang publik-nya Habermas. Seluruh pengunjung warung kopi dapat dengan bebas mengemukakan pendapatnya tanpa adanya larangan-larangan atau penindasan pihak lain. Bahkan di warung kopi ini mereka dapat membicarakan persoalan desanya meski terkadang tidak menemukan solusi. Hampir mirip dengan peran warung angkringan di Yogya. Banyak yang menyebut di warung sego kucing ini aktivis mahasiswa di sana merancang gerakan reformasi 1998.
Malam itu, tampak ada lima pemuda nampak asyik ngobrol sambil menikmati kopi buatan yu Kayah. Kopi yu Kayah ini memang terkenal ampuh untuk menemani begadang. Pokoknya kagak ada matinye jika sudah minum kopi ini. Mungkin Yu Kayah pake Kopi Brontoseno yang memang ces pleng mengusir kantuk.
“Berita TV kok isine demo buruh thok. Dimana-mana buruh demo. Di Jakarta, Medan, Sidoarjo, Gresik. Wis pokoke neng ngendi-ngendi buruh demo, “Yitno Senuk membuka pembicaraan.
“La wong 1 Mei ki pancen hari buruh kok Nuk. Piye to kowe ki. Wajar ae lek buruh demo merayakan hari kemenangannya. Katanya peringatan itu untuk menandai menangnya tuntutan buruh di Perancis seabad yang lalu, “jawab Puji Bogeng.
“Ning lek ra yo kudu demo to Geng. Lihat aja, wis buruhe ora kerjo, jalanan macet, yang lain banyak dirugikan. Jakarta katanya 1 Mei kemarin macet total agara-gara demo itu. “Yitno Senuk menanggapi.
“Yo ora ngono. Pedagang kaki lima malah untung yen ono demo. Dagangane luwih laris diborong sing demo” Bogeng nggak mau kalah.
“yo ora ngono” Senuk masih tidak puas.
“Yen aku kok lihat demo buruh ki kok bentuk wong cilik golek perhatian, “Adi Lembung ikut nimbrung.
“Maksudmu piye, Mbung” Bogeng semangat karena ada yang sepaham dengannya.
“Bayangno wae, kapan buruh iso mengajukan tuntutane kecuali pas hari buruh sedunia iki. Pernah nggak apa yang dituntut buruh kemarin itu menjadi agenda media. Maksude media pernah nggak menyuarakan kepentingan buruh kalau tidak menjelang 1 Mei. Ketika memberitakan pun pernah nggak media menjadikan buruh sebagai sumber berita” Adi Lembung menjelaskan berapi-api.
“Pancen nggak pernah. Buruh nggak pernah bisa bersuara di media. Ketika membicarakan nasib buruh, media selalu mencari tokoh terkenal sebagai sumber berita. Lek ora pemerintah, yo presidene, wakile, atau mentrine, pasti anggota DPR yang ngomong. Padahal orang-orang itu kan nggak pernah merasakan jadi buruh. Mana punya kepekaan akan nasib buruh” Darto Joen tiba-tiba ikut ngomong.
“Makane kuwi, demo menjadi jalan paling bagus untuk menarik perhatian pemerintah media. Ketika demo bikin macet, media pasti akan memberitakan. Apalagi TV. Media ini kan menyukai event-event yang sifatnya dramatis. Pemerintah pun pasti akan mendengarkan apa yang disuarakan buruh. Meskipun aku yakin pemerintah nanti pasti melupakannya juga. Pemerintah kan senengane mlebu kuping tengen metu kuping kiwo.”Adi Lembung menambahkan analisisnya.
“Kayaknya kalau masuk media itu harus ekstrim yo. Yen ora berprestasi apik banget, yo gawe huru-hara sing aneh banget.”sambut Wito Garu.
“ Apa kuwi Ru. Demo kok dibilang huru-hara aneh banget, “cibir Senuk.
“Ora huru-hara kepriye. Coba wae kowe dewekan moro neng istana presiden mau menyampaikan aspirasi. Pulang pasti mukamu bengkak semua dipukuli Paspampres, Garu nggak mau kalah.
“Ning politisi ki pancen pinter. Musim-musim menjelang reshuffle atau pemilu 2009, mereka sekarang jadi ramah banget dengan orang yang demo. Sutiyoso aja kemarin ikut orasi di Demo Buruh. Wakil Presiden malah menerima perwakilan buruh. Padahal tahun lalu, Sutiyoso menetapkan Jakarta siaga satu menjelang May Day. Kok iso-isone sekarang mendukung aksi buruh.”Lembung menambahkan omongan.
“Ketoke yo ngono. Wingi pas warga Perum Tanggulangin Sejahtera (TAS) yang menjadi korban lumpur Lapindo ngurug ke Jakarta, Sutiyoso ikut menjamunya. Malah presiden karo wakile rebutan nrimo perwakilan korban lumpur. Setelah wapres menerima, sejam kemudian presiden ikut-ikutan menerima. Asem, koyo cah cilik tenan pemimpine awake dewe ki.”timpal Darto.
“lek aku gampang saja. Itu media-nya yang salah. Ngapain media memberitakan hal-hal yang nggak penting kayak gitu. Politisi kan kerjaannya tebar pesona. Wajar saja tiap ada kesempatan cari muka. Salahnya media kok mau dijadikan tempat poles muka.” Jawab Garu sok menirukan Gus Pur, guru bangsa di tayangan Republik mimpi.
“Asu kok malah nyalahke media to. Media kan cuma memberitakan saja.”Senuk uring-uringan.
“Iyo, emang kowe sopo kok wani nyalahne media” Bogeng ikut menyalahkan sambil membayar kopinya.
“Emang kita nggak boleh nyalahin media?” jawab Garu ikut-ikutan berdiri membayar.
Setelah membayar kopi ke Yu Kayah, mereka bubar dengan membawa pertanyaan apakah media tidak boleh disalahkan? Apakah masyarakat kecil tidak boleh menyalahkan media?
Cangkem Turahe Faisol
Utan Kayu, 2 Mei 2007
11.00 WIB
(TS)
Wednesday, May 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment