Thursday, March 15, 2007

Area Cangkem Turah

“Ngisor Kepel”
Area Cangkem Turah
Anak Komunikasi UGM

UGM selalu mengklaim dirinya sebagai kampus kerakyatan dan demokratis. Klaim itu sendiri sekarang banyak dipertanyakan dengan kondisi kampus yang berpagar rapat sehingga membatasi akses masyarakat luar dan biayanya itu lo saingan sama universitas swasta mahalnya. Tapi menurutku masih ada juga kok sisi benarnya. Setidaknya berdasar pengalamanku ketika kuliah di sana.

FISIPOL UGM, fakultas yang menaungi Jurusan Ilmu Komunikasi yang aku ambil, masih menyimpan sisi kerakyatan dan demokratisnya UGM. Area FISIPOL merupakan area yang merdeka bagi mahasiswanya untuk berekspresi. Tak heran banyak sekali kumpulan atau komunitas yang lahir di sana. “Kandang Babi”, “Musholla”, “Lobi HI”, Ngisor Pelem”, “Ngisor Kepel”, “Sekber” adalah contoh tempat ngumpulnya mahasiswa Fisipol UGM dengan segala aktivitasnya.

Aku sendiri sering ngumpul di “Ngisor Kepel”. Tempat itu memang menjadi base camp-nya anak-anak jurusan Komunikasi. Setiap tempat ngumpul di sana memang didominasi oleh jurusan atau UKM tertentu. Kayak “Ngisor Kepel” ini pasti isinya anak Komunikasi. Golek cah HI atau jurusan lain tidak bakal ada. Seperti sudah batas wilayah antar jurusan. Padahal yo masalah kebiasaan nongkrong aja.

Lalu apa menariknya “Ngisor Kepel” ini? Tempat ini benar-benar hanya untuk nongkrong tanpa ada ikatan kegiatan atau kepentingan tertentu. Isinya hanya untuk “cangkem turah” thok. Berbeda dengan area ngumpul Fisipol lainnya yang selalu identik aktivis mahasiswa. “Kandang Babi” tempat ngumpulnya aktivis Setrajana (pecinta alam), “Ngisor Pelem” identik aktivis Sintesa (majalah mahasiswa Fisipol), “ Mushola” jelas tempate JMF (Jamaah Mushola Fisipol). Mereka semua itu adalah aktivis-aktivis kampus.

“Ngisor Kepel” benar-benar hanya tempat nongkrong belaka. Malah ada semacam kode etik, tidak boleh membicarakan topik yang “berat” koyo to bahan kuliah. Ketika ada kawan yang ngbrolin topik kuliah seperti membicarakan Littlejohn (Cah Komunikasi kudu ngerti jeneng iki) langsung diingatkan kawannya yang lain. Bahkan yang lebih disadis akan dicemooh dengan ungkapan “yen diskusi ra usah neng kene”.

Apa yang mereka bicarakan ketika nongkrong tak jauh dari guyonan, nyek-nyekan, gojlogan dan sejenisnya. Pokoknya benar-benar cangkem turah. Bahkan taruhan sepakbola pun ada di sini. Basa Jogjane gayeng. Aku dan beberapa kawanku akrabku merupakan penghuni setia “ngisor kepel” ini. Seperti rutinitas kami ber-enam (Aku, Dhanan, Mahmud, Japro, Wendra, Kenthus), terkadang ditambah beberapa teman yang lain setiap hari berada di sana. Biasanya kami datang jam 10 pagi dan baru pulang jam jam 3 sore. Kurun waktu itu, seluruhnya kami habiskan neng “ngisor kepel”. Edan ora.

Ketika ada jam kuliah, kami masuk kelas dan setelah selesai langsung kabur ke “ngisor kepel” lagi. Makan siang pun terkadang kami lakukan di sana. Kami “bantingan” membeli gudeg di Yu Djum atau Hj Ahmad (dhana juga sudah membahas ini di blognya www.dhanan.blogspot.com). Bahkan ada salah satu dosen menjuluki macam kampus. Asu tenan kok. Tapi masih mending tidak menjuluki kami penjaga pohon kepel. Kan iso dikiro setan to?

Kenapa kami bisa begitu betah di tempat tersebut? Menurutku tempat tersebut adalah tempat yang begitu merdeka, tanpa ada ikatan formal, aturan dan kepengurusan. Ndak ada yang namanya coordinator, ketua, sekretaris, bendahara dan segala macamnya. Satu-satunya yang menyekat kami adalah perbedaan angkatan, angkatan 98, 99, 2000. Ini pun juga relative cair dan bisa menyatu. Di situ, kami bisa bergaul dengan rapat tanpa ada embel-embel apapun. Bisa ngata-ngatain satu sama lain, iso ndobos, iso waton nylekop. Benar-benar area cangkem turah.

Apakah blog ini kuberi naman cangkem turah karena terinspirasi cerita tersebut? Aku akui iya. Aku memang terinspirasi oleh situasi “ngisor kepel” saat itu. Malah aku dulu pernah berucap jika aku kaya aku akan datang ke “ngisor kepel” lalu buka baju (bertelanjang dada) dan tiduran di sana. Anggap aja ini cita-citaku. Tapi suatu saat aku pasti mewujudkannya. Tapi lek pohon kepelnya ditebang gimana? Mbuhlah, aku belum tahu.

Sebenarnya ada dua lagi inspirasiku soal cangkem turah ini, pacivist dan komunitas siberut. Dhanan udah nulis ini. Ra po po aku nanti juga akan nulis hal itu. Ben rame.


Cangkem Turahe Faisol
Utan Kayu, 15 Maret 2007
20.15 WIB
Asem kelingan kenangan Kepel.

No comments: