Monday, March 12, 2007

Cangkem Turah-e Politisi

Imam Addaruqutni:
Main Klaim Tanpa Bukti

Menurutku, politisi sangat rentan dengan perkataan yang asal bunyi atau asal ngomong. Dunia politik yang penuh dengan citra dan kepura-puraan agar nampak besar dan kuat, memaksa politisi untuk asal nyocot, sing penting ketok kuat (asal ngomong, yang penting kelihatan kuat). Ini tampak pada pernyataan seoarang politisi bernama Imam Addaruqutni. Dia adalah mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah dan sempat menjadi anggota DPR 1999-2004 dari Fraksi Reformasi (fraksi gabungan PAN dan PKS. Dia sendiri mewakili PAN). Seperti dimuat Majalah Tempo, 11 Maret 2007 pada kolom kutipan, Imam menyatakan banyaknya pengurus PAN yang pindah ke Partai Matahari Bangsa yang dipimpinnya. Pernyataan Imam yang dikutip Majalah Tempo sebagai berikut, “Bukan hanya pindah tapi eksodus. Banyak sekali pengurus yang keluar dari partai yang kemarin didukung Muhammadiyah itu.”

Mengapa pernyataan tersebut aku anggap cangkem turah? Bagaimana tidak, pernyataan itu sama sekali tidak didukung oleh bukti dan verifikasi yang cukup kuat. Jika eksodus pengurus dari PAN ke Partai Matahari Bangsa bagaimana mungkin media massa tidak meributkan hal tersebut? Kita bisa membandingkan dengan riuhnya pemberitaan kepindahan Syaifullah Yusuf dari PKB ke PPP. Memang, the name make news. Syaifullah Yusuf bolehlah kita anggap sebagai tokoh yang gerak-geriknya menarik bagi media untuk memberitakan. Ibaratnya Syaifullah batuk pun kalau perlu diberitakan. Tapi namanya eksodus pasti melibatkan jumlah orang yang cukup besar. Bila memang benar itu terjadi, media pasti ketinggalan untuk memberitakannya. Dari sini saja kita dapat mengatakan politisi ini “waton njeplak”.

Kita pun bisa meniliknya dari rekam jejak seorang Imam Addaruqutni. Jika dia pernah menjadi bagian dari PAN, lalu sekarang mengomentari eksodusnya anggota PAN tanpa bukti seperti itu, apa yang dapat dikatakan selain motivasi sakit hati dan penggembosan? Terlebih dia sekarang menjadi ketua umum partai politik lainnya. Apa jadinya jika politisi yang waton njeplak tanpa bukti seperti ini menjadi pemimpin? Masyarakat harus benar-benar memperhatikan rekam jejak calon pemimpinnya.

Lalu mengapa media sekaliber Tempo menjadikan ucapan itu untuk kutipan? Biasanya kutipan dalam majalan Tempo adalah kutipan pernyataan yang sangat penting. Apakah omongan waton sulaya seperti ini bagi Tempo menjadi sesuatu yang sangat penting? Atau Tempo menampilkan untuk lucu-lucuan saja? Apapun motivasinya Tempo seperti kurang kerjaan saja. Jika memang Majalah Tempo kurang kerjaan mengapa mereka tidak menampilkan pernyataan asal bunyi dari politisi yang lain?

Ternyata, bukan hanya Majalah Tempo yang memberitakan pernyataan tersebut. Jawa Pos pun juga ikut memberitakan dalam terbitannya minggu yang lalu (5-10 Maret 2007). Bahkan Jawa Pos bukan hanya mengutip, tapi menjadikan pernyataan tersebut sebagai sumber berita.

Kita pantas menyayangkan mengapa media kita tidak memilih peristiwa-peristiwa yang mungkin jauh lebih penting untuk diberitakan. Peristiwa-peristiwa yang lebih layak diberitakan saya kira masih sangat banyak. Bagi masyarakat tentunya lebih bermanfaat jika tidak mengurusi hal-hal yang demikian.

Cangkem Turahe Faisol
Utan Kayu, 12 Maret 2006
15.38 WIB

No comments: