Cangkem Turah-e Thukul
Menangkap Sebuah Kejujuran
Thukul sedang menemukan hokinya. Program empat mata di Trans 7 yang dia gawangi melejitkannya ke puncak popularitas. Selain ratingnya tinggi, ucapan-ucapannya sudah menjadi ikon tersendiri. Puass..puass atau tak sobek-sobek mulutmu…sudah menjadi ungkapan lazim bagi masyarakat sekarang. Pun sudah banyak tulisan yang membahas tentang Thukul. Seorang Garin Nugroho sampe rela meluangkan waktu memberikan analisisnya di Kompas minggu yang lalu. Wis pokoke iki rejekine Thukul lah.
Lek ngono ngopo aku nulis Thukul meneh? Ini bukan sekedar latah, tapi ingin menyoroti cangkem turah-e Thukul sebagai sebuah kejujuran. Maksude ngene, apa sih menariknya empat mata? Tambahan pengetahuan, pasti nggak dapat. Sing diomongkan Thukul juga itu-itu saja. “Kembali ke laptop” atau sekarang “back to laptop”. Jawaban dari bintang tamu juga nggak penting. Semakin ngaco jawabannya semakin bagus. Pertanyaan Thukul juga nggak terlalu “bermutu”.
Selain iso ngguyu, tidak ada hal lain yang aku dapatkan. Tapi kenapa masyarakat bisa sangat menyukai cangkem torah seperti ini? Aku melihat di luar motif hiburan, masyarakat nampak sekali merindukan sebuah kejujuran. Jujur yang benar-benar jujur. Apa adanya, apa eneke, apa anane. Itu yang saya rasakan ketika melihat Thukul ngomong. Dia juga tidak berpura-pura pandai. Dia juga tidak berpretensi menggurui. Malah rela untuk ditelanjangi. Apa ada host talkshow kok rela bergaya anjing.
Membandingkan omongan Thukul dengan omongan politisi yang merasa memimpin kita memang tidak ada bedanya. Pada-pada cangkem turah-e. Bedanya, motif yang mereka miliki. Politisi itu ngomong tidak pernah lepas dari memetik keuntungan diri. Kalau Thukul justru tidak berpikir keuntungan dirinya sendiri. Dia berpretensi menyenangkan orang lain meski harus menertawai diri.
Bahkan karena kejujurannya itu, politisi-politisi yang menjadi bintang tamunya pun tak lebih dari sekedar tempelan belaka. Itu yang aku lihat ketika Adang Daradjatun, Andi Mallarangeng, atau Sofyan Djalil. Dipaksa seperti apapun juga tetap tidak akan bisa mengimbangi Thukul. Mereka sudah datang dengan motif lain, motif kepentingan diri khas politisi (kalau SBY, tebar pesona). Maka yang ada, mereka jaim di situ. Akibatnya malah mempermalukan diri menjadi tempelan belaka.
Di sinilah sebenarnya logika industri media bermain. Apa yang mereka tampilkan selalu mencerminkan apa yang menjadi keinginan masyarakat. Ketika empat mata booming maka itu mencerminkan betapa masyarakat menginginkan kejujuran itu.
Jika orang yang mengaku pemimpin itu cerdas, mereka harus memangkap gejala ini. Bahwa masyarakat sudah cerdas dan bisa menentukan pilihannya sendiri. Acara ini memang bisa ditunggangi berbagai kepentingan. Yang mau kampanye lah, mau cuci dosa lah, atau apapun. Tapi aku yakin selama cangkem turahe Thukul masih berlandaskan pada kejujuran diri, empat mata masih akan diimpikan pemirsanya. Termasuk aku. Jika tidak, masyarakat punya mekanisme sendiri. Sudah banyak contoh bintang yang meredup karena ditinggalkan penggemarnya. Jaga diri Mas Thukul!!
Cangkem Turahe Faisol
Utan Kayu, 15 Maret 2007
16.55
Emosi gara-gara persebaya kemasukan gol lawan.
Thursday, March 15, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment