Cangkem Turahe SBY (Si Butet Yogya)
Dekrit Republik ke Kerajaan ke Republik Lagi
Hanya Ada di Republik Mimpi
Tayangan News dot. Com di Metro TV semalam (18 Maret 2006) memberikan aku ide untuk menuliskan sesuatu di blog ini. Aku berencana membuat beberapa tulisan terkait dengan tayangan itu. Ya semacam serial cangkem turah dari Republik Mimpi. Rencananya ada lima cangkem turah tentang republik mimjpi. Makanya aku nggak berani nyebut trilogi atau tetralogi. Kalau itu kan semacam “hak miliknya” sastrawan. Mending istilah serial ajalah.
Tayangan News Dot Com kemarin dibuka dengan dekrit Raja Butet yang menyatakan Kerajaan Mimpi beralih kembali menjadi Republik Mimpi. Padahal baru seminggu sebelumnya, dia mengeluarkan dekrit merubah republik menjadi kerajaan mimpi. Jenenge yo cangkem turah. Ketika ditanya kok dekritnya berganti-ganti seenaknya, Butet enteng aja menjawab ya terserah dia to. Raja kan bebas mau dekrit bentuk apa dan berapa kali. Asem tenan.
Dekrit Butet ini terkait dengan rencana somasi oleh Sofyan Djalil. Tapi opini publik yang kuat mendukung Republik Mimpi, maka somasi pun urung dilayangkan. Ketika isu somasi sedanng hangat, Butet merubah bentuk republik menjadi kerajaan dan dia menjadi rajanya. Tapi ketika rencana somasi surut dia pun dekrit lagi merubah kerajaan menjadi republik. Tentang somasi ini akan saya tulis di serial berikutnya. Jadi jangan kemana-mana. Jangan Cuma BBM, “baru bisa mimpi”. Lo, malah ikut iklannya Republik Mimpi.
Kembali ke dekritnya Butet tadi. Memang benar kata Butet, terserah dia mau dekrit kapan saja dan isinya apa. Toh namanya juga Republik Mimpi. Ethok-ethokan kan. Tak lebih dari orang main kethoprak dan raja-rajaan. Skenario mau ditulis seperti apa juga terserah. Butet sendiri saat dekrit menjadi kerajaan juga bilang, ini pura-ouranya main raja-rajaan. Sing penting kan penonton ketawa dan somasi pun tiada.
Namun, aku menangkap pesan pendidikan politik yang cukup hebat dari seorang Butet. Tindakannya merubah bentuk negara seenaknya sendiri menyadarkan kepada kita namanya negara bukanlah sesuatu yang abadi. Negara merupakan sesuatu yang dibentuk atas kesepakatan anggota-anggotanya. Jika memang sudah tak disepakati ya dapat aja dibubarin. Kayak orang bikin perusahaan kan atas dasar kesepakatan. Kalau nggak ya ngapain diterusin. Ini ada teorinya lo. Kalau nggak salah teori kontrak sosialnya John Locke.
Mengapa kusebut menyadarkan? Selama ini kita terlanjur menganggap suci Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seakan-akan jika tidak NKRI kita tidak akan bisa hidup lagi. Di bangku sekolah kita selalu dicekoki bahwa NKRI sesuatu yang sudah pasti dan tidak boleh diungkit lagi. Makanya orang Aceh dan Papua yang ingin memisahkan diri dari Indonesia harus diperangi tanpa perlu dialog lagi. Mereka dianggap sebagai kelompok separatis atau pemberontak yang darahnya pun “halal” untuk ditumpahkan.
Bahkan saat awal-awal reformasi, ketika Pak Amien Rais dan PAN-nya menggulirkan wacana federalisme, banyak orang kebakaran jenggot. Tanpa argumen mereka menuduh Pak Amien ingin mengganti bentuk negara dari kesatuan menjadi federal. Apa yang salah dengan betuk federal? Indonesia sudah pernah menjadi negara federal tahun 1950-an. Toh juga tidak ada apa-apa. Negara-negara lain juga banyak yang menganut bentuk fedaral.
Sebagian dari mereka lebih maju daripada Indonesia. Kayak Amerika tuh. Bentuknya federal atau serikat, dan mereka bisa petentang-petenteng menjadi polisi dunia. Boleh nerusin iseng lagi kenapa Soekarno juga tidak dipertanyakan ketika dulu memproklamirkan NKRI tanpa minta persetujuan para raja yang notabene menjadi penguasa Indonesia sebelumnya?
Yang pasti jalan ceritanya bergulir Pak Amien tak berani meneruskan wacana ini. Bahkan ketika maju menjadi calon presiden 2004, Pak Amien menegaskan bentuk NKRI sudah final. Ini salah satu yang tidak kusetujui dari pandangan Prof Amien Rais. Wong belum pernah semifinal kok sudah dibilang final.
Sejarah akan mencatat, akibat ketidakberanian Pak Amien, tidak ada yang berani mempertanyakan kembali bentuk negara NKRI. Merubah dari kesatuan menjadi negara federal saja tidak berani, apalagi mempertanyakan perlunya negara ini. Padahal kita dapat saja mempertanyakan apakah Indonesia masih diperlukan? Jika masih, dalam bentuk apa dia diperlukan? Dunia tidak akan kiamat hanya karena kita mempertanyakan itu. Tapi pemerintah sudah menganggap langit mau runtuh sehingga Gerakan Aceh Merdeka (GAM) harus diperangi habis-habisan.
Kini Butet, mengingatkan kita bahwa bentuk negara bukanlah sesuatu yang sakral. Negara dapat berdiri kapan saja, sekaligus dapat runtuh kapan saja. Negara juga dapat berdiri berbentuk republik, atau kerajaan. Bentuk negara kesatuan atau negara federal. Yang penting, mampukah negara itu memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya.
Sekali lagi ini memang hanya cangkem turahe Butet dan hanya bisa terjadi di Republiki Mimpi. Jika dunia nyata aku tak terlalu berharap ini akan terjadi. Karena semua terlanjur menganggap NKRI sebagai sesuatu yang suci. Salah-salah kita terkena somasi. Mungkin lebih enak di Republik Mimpi. Kita bisa berekspresi tanpa takut ada somasi.
Cangkem turahe Faisol
UK, 19 Maret 2007
13.24 WIB
Membunuh waktu menunggu rapat.
Dekrit Republik ke Kerajaan ke Republik Lagi
Hanya Ada di Republik Mimpi
Tayangan News dot. Com di Metro TV semalam (18 Maret 2006) memberikan aku ide untuk menuliskan sesuatu di blog ini. Aku berencana membuat beberapa tulisan terkait dengan tayangan itu. Ya semacam serial cangkem turah dari Republik Mimpi. Rencananya ada lima cangkem turah tentang republik mimjpi. Makanya aku nggak berani nyebut trilogi atau tetralogi. Kalau itu kan semacam “hak miliknya” sastrawan. Mending istilah serial ajalah.
Tayangan News Dot Com kemarin dibuka dengan dekrit Raja Butet yang menyatakan Kerajaan Mimpi beralih kembali menjadi Republik Mimpi. Padahal baru seminggu sebelumnya, dia mengeluarkan dekrit merubah republik menjadi kerajaan mimpi. Jenenge yo cangkem turah. Ketika ditanya kok dekritnya berganti-ganti seenaknya, Butet enteng aja menjawab ya terserah dia to. Raja kan bebas mau dekrit bentuk apa dan berapa kali. Asem tenan.
Dekrit Butet ini terkait dengan rencana somasi oleh Sofyan Djalil. Tapi opini publik yang kuat mendukung Republik Mimpi, maka somasi pun urung dilayangkan. Ketika isu somasi sedanng hangat, Butet merubah bentuk republik menjadi kerajaan dan dia menjadi rajanya. Tapi ketika rencana somasi surut dia pun dekrit lagi merubah kerajaan menjadi republik. Tentang somasi ini akan saya tulis di serial berikutnya. Jadi jangan kemana-mana. Jangan Cuma BBM, “baru bisa mimpi”. Lo, malah ikut iklannya Republik Mimpi.
Kembali ke dekritnya Butet tadi. Memang benar kata Butet, terserah dia mau dekrit kapan saja dan isinya apa. Toh namanya juga Republik Mimpi. Ethok-ethokan kan. Tak lebih dari orang main kethoprak dan raja-rajaan. Skenario mau ditulis seperti apa juga terserah. Butet sendiri saat dekrit menjadi kerajaan juga bilang, ini pura-ouranya main raja-rajaan. Sing penting kan penonton ketawa dan somasi pun tiada.
Namun, aku menangkap pesan pendidikan politik yang cukup hebat dari seorang Butet. Tindakannya merubah bentuk negara seenaknya sendiri menyadarkan kepada kita namanya negara bukanlah sesuatu yang abadi. Negara merupakan sesuatu yang dibentuk atas kesepakatan anggota-anggotanya. Jika memang sudah tak disepakati ya dapat aja dibubarin. Kayak orang bikin perusahaan kan atas dasar kesepakatan. Kalau nggak ya ngapain diterusin. Ini ada teorinya lo. Kalau nggak salah teori kontrak sosialnya John Locke.
Mengapa kusebut menyadarkan? Selama ini kita terlanjur menganggap suci Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seakan-akan jika tidak NKRI kita tidak akan bisa hidup lagi. Di bangku sekolah kita selalu dicekoki bahwa NKRI sesuatu yang sudah pasti dan tidak boleh diungkit lagi. Makanya orang Aceh dan Papua yang ingin memisahkan diri dari Indonesia harus diperangi tanpa perlu dialog lagi. Mereka dianggap sebagai kelompok separatis atau pemberontak yang darahnya pun “halal” untuk ditumpahkan.
Bahkan saat awal-awal reformasi, ketika Pak Amien Rais dan PAN-nya menggulirkan wacana federalisme, banyak orang kebakaran jenggot. Tanpa argumen mereka menuduh Pak Amien ingin mengganti bentuk negara dari kesatuan menjadi federal. Apa yang salah dengan betuk federal? Indonesia sudah pernah menjadi negara federal tahun 1950-an. Toh juga tidak ada apa-apa. Negara-negara lain juga banyak yang menganut bentuk fedaral.
Sebagian dari mereka lebih maju daripada Indonesia. Kayak Amerika tuh. Bentuknya federal atau serikat, dan mereka bisa petentang-petenteng menjadi polisi dunia. Boleh nerusin iseng lagi kenapa Soekarno juga tidak dipertanyakan ketika dulu memproklamirkan NKRI tanpa minta persetujuan para raja yang notabene menjadi penguasa Indonesia sebelumnya?
Yang pasti jalan ceritanya bergulir Pak Amien tak berani meneruskan wacana ini. Bahkan ketika maju menjadi calon presiden 2004, Pak Amien menegaskan bentuk NKRI sudah final. Ini salah satu yang tidak kusetujui dari pandangan Prof Amien Rais. Wong belum pernah semifinal kok sudah dibilang final.
Sejarah akan mencatat, akibat ketidakberanian Pak Amien, tidak ada yang berani mempertanyakan kembali bentuk negara NKRI. Merubah dari kesatuan menjadi negara federal saja tidak berani, apalagi mempertanyakan perlunya negara ini. Padahal kita dapat saja mempertanyakan apakah Indonesia masih diperlukan? Jika masih, dalam bentuk apa dia diperlukan? Dunia tidak akan kiamat hanya karena kita mempertanyakan itu. Tapi pemerintah sudah menganggap langit mau runtuh sehingga Gerakan Aceh Merdeka (GAM) harus diperangi habis-habisan.
Kini Butet, mengingatkan kita bahwa bentuk negara bukanlah sesuatu yang sakral. Negara dapat berdiri kapan saja, sekaligus dapat runtuh kapan saja. Negara juga dapat berdiri berbentuk republik, atau kerajaan. Bentuk negara kesatuan atau negara federal. Yang penting, mampukah negara itu memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya.
Sekali lagi ini memang hanya cangkem turahe Butet dan hanya bisa terjadi di Republiki Mimpi. Jika dunia nyata aku tak terlalu berharap ini akan terjadi. Karena semua terlanjur menganggap NKRI sebagai sesuatu yang suci. Salah-salah kita terkena somasi. Mungkin lebih enak di Republik Mimpi. Kita bisa berekspresi tanpa takut ada somasi.
Cangkem turahe Faisol
UK, 19 Maret 2007
13.24 WIB
Membunuh waktu menunggu rapat.
No comments:
Post a Comment