Wednesday, March 21, 2007

Serial Cangkem Turah Republik Mimpi (2)

Membedakan Sofyan Djalil sebagai Pribadi atau Menteri

Aku kembali membuat catatan dari tayangan Republik Mimpi, 18 Maret 2007. Ini catatan kedua yang aku buat. Sebelumnya aku menulis tentang dekrit Presiden SBY (Si Butet Yogya). Kali ini aku ingin mengomentari soal “cangkem turahe” (pernyataan maksude) Sofyan Djalil, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Republik Indonesia.

Pada kesempatan tersebut, Sofyan Djalil menyatakan masalah wacana somasi terhadap acara Republik Mimpi merupakan sikap pribadi. Dia mengatakan, secara pribadi memang tidak sepakat dengan konsep Republik Mimpi. Acara ini dianggapnya melecehkan pemimpin. Dia berpendapat hal ini akan mengakibatkan delegitimasi kepemimpinan. Masyarakat akan kehilangan pedoman jika pemimpinnya dilecehkan atau dibuat mainan.

Pak Menteri kemudian menambahkan, wacana somasi hanyalah rencana dirinya dan dia lemparkan menjadi wacana publik. Aku kira menteri kita ini ingin melempar batu ke dalam air untuk ngetes apakah masyarakat pro ke dia atau tidak. Kalau banyak yang pro pasti dia akan somasi acara Republik Mimpi. Kebetulan, reaksi atas rencana itu negative, dia pun mengurungkan niatnya dan bahkan datang langsung ke acara tersebut untuk mengklarifikasi.

Dari sekian banyak “cangkemane” (pernyataan) Pak Sofyan ini yang membuat aku tergelitik adalah dia menyatakan diri sebagai pribadi. Artinya Sofyan Djalin ingin memisahkan dirinya sebagai menteri dan pribadi. Aku nggak tahu mengapa Sofyan Djalil harus membuat penegasan sebagai pribadi. Apa karena takut sebagai menteri dituduh mengintervensi kemerdekaan pers. Atau takut “mengotori” tebar pesonanya pemerintahan SBY. Entahlah, bagiku itu tak penting. Yang pasti, pernyataan Sofyan Djalil tidak bisa dipisahkan antara dia sebagai menteri atau sebagai pribadi. Keduanya melekat pada dirinya.

Mengapa aku berkata demikian? Pada kesempatan tersebut Sofyan Djalil mengisahkan kata somasi muncul gara-gara dia ditanya oleh wartawan. Wartawan tidak mungkin mencari pernyataan Sofyan Djalil sebagai pribadi untuk ngomentari tayangan televisi. Dia sebagai ahli ekonomi akan lebih kompeten ditanya soal BUMN atau pasar modal. Jelas sekali wartawan menginginkan pernyataan Sofyan Djalil sebagai Menkominfo.

Sebelum Sofyan Djalil ada pernyataan dari tokoh masyarakat Tionghoa mengungkapkan ketidaksetujuan atas acara Republik Mimpi. Tapi mengapa “cangkeman” tokoh Tionghoa ini tidak seheboh kata-kata Pak Sofyan? Jelas sekali ini berkait prinsip “the name make news”. Nama besar tokoh akan mempengaruhi gaung omongannya. Lalu bagaimana kita bisa membedakan Sofyan Djalil sebagai menteri atau pribadi.

Mungkin Sofyan Djalil juga harus melihat dampak dari rencana somasinya itu. Menurut Effendi Gazhali, akibat ketakutan akan somasi itu, Sampoerna mengundurkan diri jadi sponsor utama. Memang alasannya kontrak Sampoerna dengan Republik Mimpi sudah habis dan tidak diperpanjang lagi. Tapi bau somasi sangat terasa di sini. Kita tentu masih ingat tergusurnya acara “Republik BBM” alrmahum dari Indosiar. Alasan yang mengemuka kontrak yang sudah habis. Kenyataannya tekanan “istana” sangat berperan di situ. Bagaimana mungkin TV swasta menghapus tayangan yang punya rating bagus?

Untung saja “Republik Mimpi” tetap tayang lagi. Perlawanan berbagai kelompok masyarakat dan keberanian Metro TV telah memaksa Sofyan Djalil berfikir lagi soal somasi. Dan dia pun tidak bisa berdalih tindakannya ini dalam kapasitasnya sebagai pribadi. Efek yang dia timbulkan menunjukkan kapasitasnya sebagai menteri. Sebagai masyaralat kita harus mencatat bahwa Sofyan Djalil pernah berambisi untuk membonsai kemerdekaan media. Dan ini akan menjadi rekam jejak kiprahnya di kemudian hari.

Selain itu, geliat Sofyan Djalil ini menunjukkan bagaimana pandangan pemerintahan SBY terhadap media massa. Dulu, mereka berhasil menekan Indosiar untuk menghentikan acara “Republik BBM”. Tapi noda sempat terciprat ke tangan sang penguasa. Kini dengan modus yang sama ,mereka menggunakan tangan menterinya untuk menjadi algojo. Dan ini juga akan menambah panjang rekam jejak sikap pemerintahan SBY yang tidak bersahabat dengan kemerdekaan media.

Cangkem Turahe Faisol
21 Maret 2007
18.40 WIB
Habis makan sambal pete, mak nyusss

No comments: