Melarang Peredaran Buku Sejarah
Kayak Kejakgung Paham Sejarah Saja
Kejaksaan Agung mengeluarkan surat edaran yang melarang peredaran buku sejarah kurikulum 2004. Kejakgung beralasan buku-buku itu memutarbalikkan fakta karena hanya menyebut kata G 30 S tanpa embel-embel PKI. Siswa pun diharuskan belajar sejarah berdasar kurikulum 1994.
Tindakan kejakgung ini bukan hal yang baru. Salah satu kerjaan lembaga ini memang melarang peredaran buku yang dianggap “meresahkan” penguasa. Setelah lama tak berbunyi semenjak reformasi, kejakgung sudah merasa kini waktunya untuk bertaring lagi. Dan PKI adalah pihak potensial untuk dijadikan sansak karena tak mungkin melawan lagi.
Lagu lama kejakgung ini menggemaskan juga. Jelas sekali ini hanya sekedar cangkem turahe pejabat kejaksaan agung. Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan penilaian terhadap sejarah sementara bukanlah ahli sejarah? Bagaimana mungkin kejaksaan agung bisa menilai tidak dicantumkannya kata PKI dalam buku sejarah sebagai pemutarbalikan fakta? Sementara sejarawan-sejarawan sendiri masih belum bisa memastikan apakah PKI benar-benar terlibat dalam peristiwa tersebut atau tidak?
Orang Tulungagung menyebut kejaksaan agung ini “sukur ngablak”. Maksudnya dia asal ngomong tanpa dilandasi argument yang jelas. Kalau aku melihat lembaga ini seperti kurang kerjaan. Wong menegakkan hukum saja masih ngos-ngosan kok ya sempat-sempate ngurus yang bukan porsinya. Apa kejaksaan agung beranggapan penghilangan kata PKI merupakan pelanggaran hukum?
Jika iya, kita patut khawatir dengan tindakan kejaksaan agung ini. Artinya, pemerintah sudah berpikir untuk menerapkan gaya-gaya lama memonopoli kebenaran. Orde baru melalui institusi kejaksaan agung paling doyan melarang peredaran buku yang menyinggung kekuasaannya. Bukunya Subadio, kemudian Prima Dosa atau bukunya Vatikiotis termasuk buku-buku yang pernah dilarang. Buku-buku itu dianggap menelanjangi penyelewengan Soeharto. Paling fenomenal tentu saja pelarangan buku-buku Pramoedya, hanya gara-gara dikaitkan dengan PKI.
Tindakan kejakgung ini bukan kebetulan berkaitan dengan pembubaran diskusi di salah satu toko buku di Bandung (aku lupa namanya) dan pembubaran konferensi daerah Partai Pembebasan Nasional (Papernas) Jawa Timur di Batu. Sebelumnya peringatan hari HAM di berbagai daerah juga dibubarkan massa beratribut Islam dengan alasan menyebarkan paham komunis.
Pelarangan buku sejarah ini aku kira hanya jadi pintu masuk bagi pemerintah memberangus kebebasan berfikir dan kebebasan berekspresi. Hantu komunisme hanya menjadi kedok pembenaran tindakan mereka. Komunis telah lama mati dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Lebih berbahaya lagi jika pemerintah menarik semua buku pelajaran yang tidak menyenangkan hati mereka. Kan gawat, pelajaran sekolah disesuaikan selera penguasa.
Atau, pemerintah memiliki pertimbangan politis untuk menarik buku ini. Misalnya meraih simpati umat islam menjelang pemilu 2009. Mungkin juga, tapi sing jelas Kejakgung kurang kerjaan.
Cangkem turahe Faisol
UK, 20 Maret 2007
12.19 WIB
Menunggu makan siang yang lama sekali
Kayak Kejakgung Paham Sejarah Saja
Kejaksaan Agung mengeluarkan surat edaran yang melarang peredaran buku sejarah kurikulum 2004. Kejakgung beralasan buku-buku itu memutarbalikkan fakta karena hanya menyebut kata G 30 S tanpa embel-embel PKI. Siswa pun diharuskan belajar sejarah berdasar kurikulum 1994.
Tindakan kejakgung ini bukan hal yang baru. Salah satu kerjaan lembaga ini memang melarang peredaran buku yang dianggap “meresahkan” penguasa. Setelah lama tak berbunyi semenjak reformasi, kejakgung sudah merasa kini waktunya untuk bertaring lagi. Dan PKI adalah pihak potensial untuk dijadikan sansak karena tak mungkin melawan lagi.
Lagu lama kejakgung ini menggemaskan juga. Jelas sekali ini hanya sekedar cangkem turahe pejabat kejaksaan agung. Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan penilaian terhadap sejarah sementara bukanlah ahli sejarah? Bagaimana mungkin kejaksaan agung bisa menilai tidak dicantumkannya kata PKI dalam buku sejarah sebagai pemutarbalikan fakta? Sementara sejarawan-sejarawan sendiri masih belum bisa memastikan apakah PKI benar-benar terlibat dalam peristiwa tersebut atau tidak?
Orang Tulungagung menyebut kejaksaan agung ini “sukur ngablak”. Maksudnya dia asal ngomong tanpa dilandasi argument yang jelas. Kalau aku melihat lembaga ini seperti kurang kerjaan. Wong menegakkan hukum saja masih ngos-ngosan kok ya sempat-sempate ngurus yang bukan porsinya. Apa kejaksaan agung beranggapan penghilangan kata PKI merupakan pelanggaran hukum?
Jika iya, kita patut khawatir dengan tindakan kejaksaan agung ini. Artinya, pemerintah sudah berpikir untuk menerapkan gaya-gaya lama memonopoli kebenaran. Orde baru melalui institusi kejaksaan agung paling doyan melarang peredaran buku yang menyinggung kekuasaannya. Bukunya Subadio, kemudian Prima Dosa atau bukunya Vatikiotis termasuk buku-buku yang pernah dilarang. Buku-buku itu dianggap menelanjangi penyelewengan Soeharto. Paling fenomenal tentu saja pelarangan buku-buku Pramoedya, hanya gara-gara dikaitkan dengan PKI.
Tindakan kejakgung ini bukan kebetulan berkaitan dengan pembubaran diskusi di salah satu toko buku di Bandung (aku lupa namanya) dan pembubaran konferensi daerah Partai Pembebasan Nasional (Papernas) Jawa Timur di Batu. Sebelumnya peringatan hari HAM di berbagai daerah juga dibubarkan massa beratribut Islam dengan alasan menyebarkan paham komunis.
Pelarangan buku sejarah ini aku kira hanya jadi pintu masuk bagi pemerintah memberangus kebebasan berfikir dan kebebasan berekspresi. Hantu komunisme hanya menjadi kedok pembenaran tindakan mereka. Komunis telah lama mati dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Lebih berbahaya lagi jika pemerintah menarik semua buku pelajaran yang tidak menyenangkan hati mereka. Kan gawat, pelajaran sekolah disesuaikan selera penguasa.
Atau, pemerintah memiliki pertimbangan politis untuk menarik buku ini. Misalnya meraih simpati umat islam menjelang pemilu 2009. Mungkin juga, tapi sing jelas Kejakgung kurang kerjaan.
Cangkem turahe Faisol
UK, 20 Maret 2007
12.19 WIB
Menunggu makan siang yang lama sekali
2 comments:
sol, kok kamu kasar sih, pake kt2 cangkem gitu..
sol, ditunggu kedatangan cangkemu di yogya (sleman-yogya, bukan wates)utk sekadar minum kontru n sdikit marihuana lokal....
serius...-wendra
cangkem neng Tulungagung sangat biasa Wen. Tapi aku pencen gregegetan karo pejabat-pejabat sing waton njeplak. Ok wen, ada libur aku pingin neng yogya, siapke minumane wae--Faisol
Post a Comment